Postingan Unggulan

Membangun Budaya Positif di Sekolah

 

Membangun Budaya Positif di Sekolah

Sebagai seorang calon Guru Penggerak, peran kita dalam menciptakan budaya positif di sekolah bukan hanya penting, tetapi juga menjadi landasan bagi kesuksesan pendidikan yang berkelanjutan. Budaya positif bukan hanya sekadar aturan dan regulasi, tetapi lebih kepada bagaimana kita menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan holistik setiap siswa. 

Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi bagaimana konsep-konsep seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia, posisi kontrol restitusi, keyakinan kelas/sekolah, serta kebutuhan dasar manusia menurut William Glasser dapat digunakan untuk membentuk lingkungan belajar yang kondusif.

Disiplin Positif: Fondasi untuk Lingkungan Belajar yang Sehat

Disiplin positif bukan sekadar penerapan hukuman saat siswa melanggar aturan, melainkan pendekatan yang proaktif dan berbasis pada pengembangan karakter. Selaras dengan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang menekankan kemandirian, disiplin positif mendorong siswa untuk mengambil tanggung jawab atas tindakan mereka sendiri. 

Melalui penerapan disiplin positif, kita membantu siswa memahami dampak dari tindakan mereka, bukan hanya sekadar menghindari hukuman.

Memahami Kebutuhan Dasar Manusia: Kunci dalam Penegakan Disiplin Positif

Dalam dunia pendidikan, konsep kebutuhan dasar manusia memainkan peran krusial dalam penegakan disiplin positif. William Glasser menyebutkan lima kebutuhan dasar manusia: bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), kesenangan (fun), kebebasan (freedom), dan penguasaan (power)

Sebagai guru, kita harus mampu mengidentifikasi kebutuhan mana yang tidak terpenuhi saat siswa melanggar disiplin atau peraturan yang telah disepakati bersama. Misalnya, seorang siswa mungkin menunjukkan perilaku menentang karena kebutuhan akan kebebasannya tidak terpenuhi, atau mungkin karena ia merasa tidak diterima dalam lingkungan kelas. 

Dengan pemahaman ini, kita dapat lebih efektif dalam menangani pelanggaran disiplin, bukan dengan hukuman semata, tetapi dengan solusi yang lebih manusiawi dan membangun.

Teori Motivasi Perilaku: Memahami Alasan di Balik Tindakan Siswa

Menurut Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, motivasi perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori:

  1. Menghindari ketidaknyamanan atau hukuman.
  2. Mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.
  3. Menjadi pribadi yang diinginkan dan menghargai diri sendiri berdasarkan nilai-nilai yang diyakini.

Sebagai guru, pemahaman tentang tiga motivasi ini membantu kita melihat alasan mendasar di balik tindakan siswa. Misalnya, jika seorang siswa melanggar aturan karena ingin mendapatkan perhatian (penghargaan) dari teman-temannya, kita dapat merancang intervensi yang membantu mereka meraih pengakuan dengan cara yang positif. 

Di sisi lain, membantu siswa menginternalisasi nilai-nilai yang mereka percaya dapat membuat mereka lebih termotivasi untuk bertindak dengan cara yang mereka hargai.

Posisi Kontrol Restitusi: Mengubah Pendekatan dalam Menghadapi Pelanggaran Disiplin

Pendekatan restitusi, terutama dengan memahami posisi kontrol yang kita ambil sebagai guru, merupakan alat yang sangat efektif dalam menciptakan budaya positif. Sebelum mempelajari konsep ini, saya cenderung menggunakan posisi kontrol sebagai penghukum atau pemantau

Namun, kini saya lebih memilih peran manajer yang mendukung dan mengarahkan siswa. Dengan posisi kontrol yang tepat, kita tidak hanya menjaga keteraturan di kelas, tetapi juga mendorong siswa untuk berperilaku lebih baik dengan pemahaman yang mendalam tentang dampak tindakan mereka.

Segitiga Restitusi: Memulihkan Hubungan dan Membangun Kembali Keyakinan

Segitiga restitusi, yang terdiri dari langkah-langkah menstabilkan identitas, memvalidasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan, menawarkan pendekatan yang lebih manusiawi dalam menangani pelanggaran disiplin. 

Ketika kita menerapkan segitiga restitusi, fokusnya bukan pada hukuman, tetapi pada pemulihan hubungan dan pemahaman dampak dari tindakan yang dilakukan. Dengan cara ini, kita membantu siswa belajar dari kesalahan mereka, sekaligus memperkuat keyakinan dan nilai-nilai positif di dalam kelas.

Refleksi: Perubahan dalam Cara Berpikir dan Bertindak sebagai Guru Penggerak

Setelah mempelajari modul Budaya Positif ini, saya merasa telah mengalami perubahan besar dalam cara berpikir dan bertindak. Kini, saya lebih fokus pada pembentukan keyakinan kelas yang kuat dan mendorong siswa untuk memahami dampak dari tindakan mereka. 

Saya juga lebih peka dalam mengidentifikasi kebutuhan dasar siswa yang mungkin tidak terpenuhi, yang dapat menjadi penyebab pelanggaran disiplin.

Sebagai guru, kita sering kali berada di posisi yang menentukan bagaimana budaya di kelas terbentuk. Dengan pemahaman yang lebih mendalam terhadap konsep-konsep ini, saya yakin kita semua dapat berkontribusi lebih banyak dalam menciptakan lingkungan belajar yang lebih positif dan mendukung bagi setiap siswa.


Artikel ini tidak hanya mencerminkan komitmen kita sebagai Guru Penggerak, tetapi juga menunjukkan bagaimana teori dan praktik dapat bersatu untuk menciptakan perubahan nyata di sekolah. Teruslah belajar dan berbagi, karena di sinilah kita, GURU_BERGURU.

Komentar