Postingan Unggulan

KESIMPULAN DAN REFLEKSI MODUL 1.1 Pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam Pendidikan

Pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam Pendidikan

Ki Hadjar Dewantara

Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan tidak hanya mencakup transfer pengetahuan akademis, tetapi juga pembentukan karakter dan kepribadian yang kokoh. Artikel ini mengulas pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang keunikan setiap anak, potensi kodrat alam yang dimiliki sejak lahir, serta pentingnya pendidikan yang menuntun untuk mengembangkan potensi ini. Ki Hadjar Dewantara juga menekankan integrasi nilai-nilai sosial budaya dalam pendidikan, sebagai fondasi untuk membangun identitas bangsa yang kuat dan menghargai keberagaman budaya.

Keunikan Anak dan Potensi Kodrat Alam


Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan Pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

Dalam pandangan Ki Hadjar Dewantara, setiap anak adalah individu yang unik dengan potensi kodrat alam yang sudah ada sejak lahir. Potensi ini mencakup berbagai aspek seperti bakat, minat, kecerdasan, dan kepribadian yang berbeda-beda.

Menurutnya, pendidikan bukanlah proses mengisi wadah kosong tetapi adalah proses menuntun tumbuh kembangnya potensi yang sudah ada dalam diri setiap anak.

Ki Hadjar Dewantara mengembangkan teori konvergensi yang menjelaskan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu kodrat alam (bakat bawaan) dan kodrat keadaan (lingkungan). Menurutnya, kedua faktor ini harus bersatu dan bekerja sama untuk mencapai perkembangan yang optimal.

Kodrat alam adalah potensi yang dimiliki anak sejak lahir, seperti bakat, kecerdasan, dan keunikan individual. Sementara kodrat keadaan mencakup lingkungan sekitar, termasuk keluarga, sekolah, dan masyarakat yang memberikan pengaruh besar dalam perkembangan anak. Pendidikan yang efektif adalah yang mampu menyelaraskan kodrat alam dan kodrat keadaan, sehingga potensi terbaik dari setiap anak dapat terwujud.

Makna ‘Menuntun’ dalam Pendidikan



Makna ‘menuntun’ dalam pandangan Ki Hadjar Dewantara adalah memberikan arah dan bimbingan yang sesuai dengan potensi dan keunikan anak. Bukan mendikte atau memaksakan kehendak, melainkan memberikan ruang bagi anak untuk berkembang sesuai dengan kodratnya. 

Menuntun anak itu seperti seorang petani yang merawat tanamannya dengan baik. Petani tidak memaksa tanamannya untuk tumbuh dengan cara yang tidak sesuai dengan kodrat alamnya, melainkan memberikan air, pupuk, dan perlindungan yang diperlukan agar tanaman tersebut dapat tumbuh dengan sehat dan optimal sesuai dengan potensinya. 

Jadi seorang petani tidak akan bisa merubah kodrat ‘padi’ menjadi tanaman yang baru, atau petani tersebut tidak bisa memaksakan cara-cara menanam pada pada jenis tanaman yang lain, karena setiap tanaman memiliki ‘keunikan’ tersendiri dari segi keadaan tanahnya, kebutuhan airnya, kebutuhan pupuk atau nutrisinya dan lain-lain.

Dengan demikian walapupun hanya dapat ‘menuntun’, akan tetapi faedahnya bagi hidup tumbunya anak-anak sangatlah besar.

Proses ‘menuntun’ ini berpedoman pada semboyan Ki Hadjar Dewantara yang dikenal dengan Trilogi Pendidikan yang terdiri dari:

  • Ing Ngarsa Sung Tuladha, berarti seorang guru harus menjadi contoh yang baik bagi siswa. 
  • Ing Madya Mangun Karsa, berarti guru harus mampu membangun semangat dan motivasi belajar.
  • Tut Wuri Handayani, berarti guru harus memberikan dorongan dan dukungan agar siswa dapat mandiri dan bertanggung jawab atas proses belajarnya. 

Pendidikan yang Berpihak pada Anak

Esensi dari pendidikan yang berpihak pada anak, atau dalam bahasa KHD, yaitu pendidikan yang “berhamba pada sang anak”. Kalimat tersirat sastra ini sungguh memiliki makna yang dalam. Artinya, untuk menggapai muara pendidikan yang sukses, seorang guru harus paham betul fase perkembangan anak sehingga mereka bisa memaksimalkan pertumbuhan anak dengan caranya masing-masing.

Hal ini tak lepas juga dari hal kodrat bermain anak. Permainan adalah bagian pembelajaran di sekolah. Oleh sebab itu, konsep bermain sambil belajar harus diilhami oleh para pendidik sebagai bagian dari alur pendidikan anak. Karena hal inilah yang akan mempermudah guru dalam mentransfer ilmu pengetahuannya, termasuk pula mewariskan budi pekerti yang baik kepada si anak.

Pendidikan yang berpusat pada murid menempatkan siswa sebagai pusat dari seluruh proses pendidikan. Hal ini berarti bahwa kebutuhan, minat, dan potensi setiap siswa harus menjadi pertimbangan utama dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran.

Setiap siswa memiliki keunikan dan potensi yang berbeda. Oleh karena itu, metode dan materi pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan individual siswa. Ini bisa berarti memberikan pilihan dalam cara belajar, proyek yang dikerjakan, atau cara penilaian.

Siswa dilibatkan secara aktif dalam proses belajar. Mereka tidak hanya menjadi penerima pasif informasi, tetapi juga berperan sebagai peneliti, penemu, dan kreator. Kegiatan seperti diskusi, eksperimen, proyek kelompok, dan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) sangat dianjurkan.

Lingkungan fisik dan sosial di sekolah harus mendukung pembelajaran. Ruang kelas yang fleksibel, penggunaan teknologi yang tepat, serta hubungan yang positif antara guru dan siswa sangat penting untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif.

Hubungan Pendidikan dan Pengajaran

Dalam pandangan Ki Hadjar Dewantara, pendidikan dan pengajaran adalah dua hal yang saling berkaitan. Pendidikan mencakup keseluruhan proses pengembangan karakter dan moral anak, sedangkan pengajaran lebih terfokus pada transfer ilmu pengetahuan. Keduanya harus berjalan seiringan untuk membentuk individu yang berpengetahuan luas sekaligus berakhlak mulia.

Pendidikan karakter, yang mencakup nilai-nilai moral dan etika, harus menjadi landasan dari segala bentuk pengajaran. Dengan demikian, ilmu pengetahuan yang diperoleh siswa tidak hanya untuk memperkaya wawasan intelektual mereka, tetapi juga untuk mengembangkan sikap dan perilaku yang baik.

Pendidikan Karakter dan Pendidikan Keluarga

Pendidikan karakter menurut Ki Hadjar Dewantara sangat penting dan dimulai dari keluarga. Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama bagi anak dalam membentuk karakter. Nilai-nilai moral, etika, dan budaya yang ditanamkan dalam keluarga akan menjadi dasar yang kuat bagi pendidikan anak di sekolah dan masyarakat.

Orang tua berperan sebagai pendidik pertama yang memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kolaborasi antara sekolah dan keluarga sangat penting untuk memastikan keselarasan nilai-nilai yang diajarkan di rumah dan di sekolah.

Pendidikan Sosial Budaya

Ki Hadjar Dewantara memandang pendidikan sosial budaya sebagai pondasi penting dalam pembentukan karakter dan identitas bangsa. Baginya, pendidikan tidak hanya tentang transfer pengetahuan akademis, tetapi juga pembentukan nilai-nilai sosial dan budaya yang melandasi kehidupan bermasyarakat yang harmonis. 

Dengan demikian anak-anak harus diajarkan untuk menghargai dan melestarikan nilai-nilai luhur dari budaya lokal mereka. Ini tidak hanya mencakup kegiatan pembelajaran yang mengintegrasikan tradisi, adat istiadat, dan seni lokal dalam kurikulum, tetapi juga membangun sikap gotong royong, kepedulian sosial, dan kreativitas yang merupakan bagian integral dari pembentukan karakter yang berlandaskan kebudayaan. 

Jadi pendidikan sosial budaya bukan hanya tentang menghafal sejarah atau tradisi, tetapi juga tentang menginternalisasi dan mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari untuk membangun bangsa yang berakhlak mulia dan berkepribadian kuat.

Refleksi dan Perubahan Diri

Pengetahuan dan pengalaman baru yang diperoleh dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara membawa refleksi dan perubahan diri yang signifikan.

Sebagai seorang guru, saya masih sering membanding-bandingkan anak yang satu dengan anak yang lain, dan menganggap bahwa semua anak harus suka dan mengerti mata pelajaran yang saya ampu. Saya juga berpikir bahwa cara terbaik mengajar adalah dengan metode yang sama untuk semua siswa. Namun, setelah memahami pemikiran Ki Hadjar Dewantara, saya menyadari pentingnya menghargai keunikan setiap anak dan menuntun mereka sesuai potensi alamnya.

Kesadaran akan pentingnya pendidikan sosial budaya lokal juga muncul. Saya menyadari bahwa mengajarkan pendidikan sosial budaya lokal kepada anak-anak tidak hanya menumbuhkan kecintaan pada nilai-nilai luhur budaya lokal tetapi juga membawa nilai-nilai atau membangun karakter seperti gotong-royong, kepedulian sosial, kreativitas, dan lain-lain yang dalam kurikulum merdeka dikenal dengan Profil Pelajar Pancasila.

Implementasi di Sekolah dan Kelas

Ki Hadjar Dewantara mengajarkan untuk melestarikan dan mencintai budaya bangsa sendiri.

Dalam konteks Kabupaten Bulukumba yang kaya akan nilai-nilai sosial dan budaya seperti 'mappancci', 'mappaddekko', 'barasanji', 'budaya mappatabe', 'marakka bola', dan 'makkalomba', proses pembelajaran harus mencerminkan penghargaan terhadap kekayaan budaya lokal ini. Dan yang terpenting adalah bagaimana menanamkan kepada anak bahwa kegiatan atau acara semacam itu mengandung kekayaan nilai-nilai khususnya pendidikan atau penguatan karakter kepada anak.

Proses Pembelajaran dan Suasana Kelas yang Mencerminkan Pemikiran KH Dewantara:

  • Pendidikan Berbasis Budaya Lokal: Integrasikan nilai-nilai budaya Bulukumba dalam kurikulum dan kegiatan belajar mengajar. Misalnya, dengan mengenalkan anak dengan budaya/tradisi 'mappancci' (upacara adat pernikahan), 'mappaddekko' (musik tradisional), dan 'barasanji' (kitab/religius).
  • Pembelajaran Inklusif: Menciptakan suasana kelas yang inklusif di mana setiap siswa merasa dihargai dan didukung. Menghargai keunikan dan potensi masing-masing siswa serta memberikan ruang bagi mereka untuk berekspresi dan berkembang.
  • Kegiatan Ekstrakurikuler yang Mendukung Karakter: Melibatkan siswa dalam kegiatan yang mendukung pengembangan karakter seperti 'mappatabe' (etika sopan santun), 'marakka bola' (kerja sama gotong royong), dan 'makkalomba' (kompetisi sehat).
  • Kolaborasi dengan Keluarga: Meningkatkan kerja sama dengan keluarga dalam mendukung pendidikan anak. 

Menerapkan Pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam Kelas dan Pembelajaran

Untuk mencerminkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam kelas dan pembelajaran, penting untuk mengapresiasi keunikan dan potensi kodrat alam setiap anak. Setiap anak dilahirkan dengan bakat, minat, dan gaya belajar yang berbeda-beda. Sebagai guru, saya perlu melakukan penilaian awal terhadap bakat, minat, dan gaya belajar siswa, dan menggunakan hasil penilaian ini untuk merancang kegiatan pembelajaran yang sesuai. 

Penerapan metode pengajaran yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan individual siswa, seperti memberikan tugas yang bervariasi dan fleksibel, serta menyediakan berbagai cara bagi siswa untuk menunjukkan pemahaman mereka, adalah langkah awal yang penting.

Menciptakan lingkungan belajar yang mendukung juga menjadi kunci. Pengaturan ruang kelas yang fleksibel, yang memungkinkan untuk pembelajaran aktif dan kolaboratif, serta menyediakan sumber daya yang beragam seperti buku, alat peraga, dan teknologi, sangat penting. Atmosfer positif di kelas juga harus dijaga dengan membangun hubungan yang baik antara guru dan siswa. 

Sebagai guru, saya harus menjadi teladan yang baik, memberikan dorongan dan motivasi secara konsisten, serta menghargai usaha dan kemajuan siswa, bukan hanya hasil akhirnya.

Sebagai teladan, saya harus menunjukkan integritas, disiplin, dan etika kerja yang baik, serta terus mengembangkan diri sebagai guru. 

Dalam membangun semangat, saya harus melibatkan siswa dalam pembelajaran aktif melalui metode seperti diskusi, debat, proyek kelompok, dan eksperimen, serta mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan minat siswa untuk membangun motivasi intrinsik. Memberikan dukungan dan bimbingan dari belakang berarti membiarkan siswa mengambil inisiatif dan tanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri, namun tetap siap memberi bantuan jika diperlukan.

Mengintegrasikan nilai-nilai sosial dan budaya lokal dalam pendidikan juga merupakan aspek penting dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Nilai-nilai dan budaya lokal Bulukumba, seperti tradisi 'mappancci', 'mappaddekko', dan 'barasanji', bisa diintegrasikan dalam kurikulum. Mengajarkan tentang tradisi lokal ini dalam pelajaran sejarah, seni, Bahasa Daerah/muatan local, serta memberikan pembelajaran proyek (P5) yang berhubungan dengan budaya lokal, seperti membuat kerajinan tangan tradisional atau mempelajari lagu-lagu daerah, dapat membantu siswa menghargai dan melestarikan budaya mereka. Selain itu, menanamkan nilai-nilai gotong royong dan etika sopan santun, 3 S (sipakainge’, sipakatau, sipakalebbi), budaya 'mappatabe' dalam kegiatan sehari-hari di kelas membantu membentuk karakter siswa.

Kolaborasi dengan orang tua dan komunitas juga sangat penting. Melakukan komunikasi rutin dengan orang tua tentang perkembangan dan kebutuhan anak mereka, serta mengajak mereka terlibat dalam kegiatan sekolah, seperti pertemuan kelas/sekolah, penamatan, pembagian rapor siswa, kegiatan ekstrakurikuler, dan acara budaya, dapat memberikan dukungan yang lebih baik bagi perkembangan siswa. 

Selain itu, melibatkan sumber daya komunitas seperti tokoh adat, seniman lokal, dan organisasi masyarakat dalam kegiatan pembelajaran memberikan pengalaman belajar yang kaya dan bermakna bagi siswa. Mendorong siswa untuk berpartisipasi dalam proyek komunitas yang relevan dengan pelajaran di sekolah, seperti program kebersihan lingkungan atau kegiatan sosial, juga dapat membantu mereka mengaplikasikan pengetahuan dan nilai-nilai yang mereka pelajari dalam konteks kehidupan nyata.



Dengan menerapkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara, kami Calon Guru Penggerak Angkatan-10 Kabupaten Bulukumba, berharap  pendidikan nasional khususnya di Kabupaten Bulukumba dapat menjadi lebih relevan, bermakna, dan mampu menghasilkan generasi yang MERDEKA BELAJAR yang berpengetahuan luas, berkarakter kuat, serta mencintai budaya lokal sesuai PROFIL PELAJAR PANCASILA.

Salam Guru Penggerak, Tergerak, Bergerak, Menggerakkan dan Salam Bahagia.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Komentar